Tegal Alun Gunung Papandayan
Salah satu, padang Edelweis terbesar di Indonesia berada di Gunung Papandayan dan ini kisah perjalananku demi menimati keindahannya. Orang biasa mengenalnya dengan bunga abadi karena mekar dengan waktu yang sangat lama.
Setelah libur panjang masa lebaran, ternyata masih kurang untuk memuaskan hati yang ingin berpetualang. Perjalanan ini dimulai dari Jakarta, kami berkumpul di pool Bus Primajasa sebagai meeting point. Bus yang kami naiki adalah jurusan Garut-Jakarta dimana kami ada 15 orang pendaki.
Dari Jakarta hingga terminal Garut menghabiskan waktu 3-4 jam, dengan ongkos Rp. 65.000,- per penumpang. Setibanya di terminal, ternyata sudah banyak orang yang menawarkan untuk berangkat ke simpang Cisurupan.
Karena rombongan supir-supir disana semangat banget, semua tas di angkutin dan disusun rapih di atas angkot. Dan ternyata, kena biaya angkut sebesar Rp. 20.000,- untuk semuanya. Nah angkutannya sendiri hanya Rp. 15.000,- per orang sudah sampai di tujuan.
Setelah tiba di simpang Cisurupan, kami tidak lekas berangkat ke pos satu Gunung Papandayang tetapi ada hal yang lebih penting yaitu sarapan plus sholat subuh. Kurang lebih 1 jam kami istirahat dan melanjutkan dengan naik mobil pick-up dengan biaya Rp. 25.000,- per orang. Oia, dari simpang itu kurang lebih 30-45 menit perjalanan ke pos satu.
Perlu diketahui teman-teman pendaki! Sekarang Gunung Papandayan sudah dikelola oleh pihak swasta dan setiap orang yang masuk dikenakan biaya Rp. 30.000,- per orang. Bila camping atau berkemah dikenakan biaya tambahan Rp. 35.000,-.
Karena sudah menggunakan peraturan baru, maka muncul pula rute baru dimana tidak ada kata kasihan kepada para pendaki pemula. Kira-kira dengan sudut 45 derajat kami mendaki ke atas dan itu sungguh melelahkan bagi kami.
Pemandangan Kawah Papandayan
Entah sudah berapa lama mendaki, tiba-tiba kami disuguhkan dengan pemandangan yang indah. Sambil istirahat kami mengabadikan momen ini dengan kamera dari yang menggunakan HP hingga kamera PRO (DSLR).
Nilai positif yang aku pribadi dapatkan dari jalur baru ini adalah view pemandangan yang luar biasa. Karena tidak ada puasnya hati ini memandang kedepan melihat gunung yang bertumpuk dengan indah.
Pemandangan Dari Trek Pendakian
Sesampainya di pos kemah atau Pondok Saladah, kami segera mendirikan tenda dan memasang peralatan lainnya agar kami lebih enjoy. Sembari memasang tenda, sebagian dari kami memasak makan siang dan ada pula yang langsung berfoto ria.
Ditengah perjalanan tadi ada banyak tenda biru atau warung penjual makanan dan minuman. Tetapi disinilah yang paling banyak, baik itu dari sampah, tenda, warung dan toilet pun bermacam-macam.
Kaget, karena awalnya berpikir akan susah mencari sumber air bersih dan makanan tetapi disini banyak bertebaran dan dijual dengan harga wajar menurutku. Tambahan, bahwa disini ada kemah milik security yang akan berjaga dan keliling selama 24 jam.
Perlu diketahui Gunung Papandayan sudah menjadi Tempat Wisata Alam dimana pengunjungnya bukan hanya dari kalangan pencinta alam namun tidak sedikit rombongan keluarga yang ikut berwisata ke sini.
Oke, lanjut lagi ceritnya.
Berharap dapat foto milkyway tapi gagal karena malam itu kami di temani oleh hujan. Cuaca dingin dan berkabut sudah menjadi hal yang biasa di sini, jadi kalau kamu ingin kesini sangat disarankan membawa jaket tebal, jas hujan dan senter.
Pagi pun tiba, perjalanan kami dilanjutkan menuju puncak Gunung Papandayan. Dari Pondak Saladah ternyata ada lebih dari satu jalur pendakian, dan kami memilih pendakian ekstrim dengan sudut hampir 15 derajat ke atas.
Hiking Time Gunung Papandayan Photo by Wirdan
Cukup lama perjalanan karena trek yang sulit dan curam namun setiap lelah yang kami dapat terbayar ketika sampai di Tegal Alun. Sejauh mata memandang hanya ada bunga Edelweis yang bertebaran dan membuat mata berkaca-kaca.
PERINGATAN! Bunga Edelwies cukup diabadikan dengan di foto JANGAN DI PETIK.
Padang Edelweis di Tegal Alun
Surga Edelweis Tegal Alun
Aduh, mungkin sekitar satu jam lebih kami disana menikmati keindahan padang Edelwies di Tegal Alun dan berfoto ria menghilangkan rasa lelah. Dan dengan sedikit kecewa, kami tidak melanjutkan ke puncak Gunung Papandayan dikarenakan matahari sudah teralu terik dan kami pun belum sarapan.
Dari Tegal Alun kami pulang dengan jalur yang berbeda dan aku ternganga karena jauh lebih mudah jalur turun dibanding saat mendaki dari Pondok Saladah. Seperti yang aku jelaskan tadi di atas, ada lebih dari satu jalur untuk mendaki ke atas.
Tiba di Pondok Saladah, kami sudah tidak cukup tenaga untuk memasak bahkan sebagian makanan ada yang tertinggal di Jakarta. Kami putuskan untuk makan di warung yang bertebaran di sini. Nasi goreng Rp. 15.000,- per porsi dan cukup mengenyangkan perut kami sehingga siap untuk melanjutkan perjalanan untuk pulang.
Salah satu warung yang ada di Pondok Saladah Photo by Wirdan
Selesai berbenah, tidak lupa operasi semut dengan mengumpulkan setiap sampah yang kami bawa dari bawah dan akan dibuang tepat di pos pertama registrasi.
Jalur pulang berbeda dengan jalur datang, kami dari Pondok Saladah langsung ke Hutan Mati dan dilanjutkan hingga ke pos pertama. Di Hutan Mati kami tetap eksis dengan mengabadikan momen indah dimana hutan ini salah satu tempat favorit untuk berfoto.
Hutan Mati Gunung Papandayan
Dari Hutan Mati, kami hanya perlu jalan terus mengitari kawah hingga turun ke bawah. Ternyata saat kami turun tidak sedikit orang yang baru datang untuk naik loh.
Di pos pertama ada gazebo yang cukup besar tempat menampung para pendaki yang baru saja turun atau ingin istirahat sebelum mendapatkan kendaraan pulang.
Setelah istirahat cukup dan mendapatkan mobil pick-up untuk pulang kami melanjutkan dengan ditemani kabut tebal. Kurang lebih jarak pandang hanya 5 meter kedepan dan supir mengendarai mobil dengan sangat hati—hati.
Seperti sebelumnya, dari Gunung Papandayan kami naik pick-up kembali ke simpang dan lanjut dengan angkot ke terminal Garut. Dari terminal kami kembali ke Jakarta dengan waktu kurang lebih 4-5 jam perjalanan. Selain mencari penumpang perjalanan kami terkendala macet panjang.
Perjalanan berakhir di Pull Primajasa, dan kami saling say Good bye untuk melanjutkan perjalanan ke rumah masing-masing. Kami 15 orang disini tidak semua saling kenal, tetapi kami melebur menjadi satu ikatan persahabatan dalam perjalanan ini.
Keceriaan Tim di Tegal Alun Photo by Ferdinand Gulo
Perjalanan kali ini adalah menikmati petualangan yang dibalut dengan keindahan alam Indonesia. Bukan karena tidak mampu ke luar negeri, tapi tanah ini belum selesai kupijak.
Salam Traveler
[su_spoiler title=”Spoiler”]
Owener TokoPrintilan.com
[/su_spoiler]